REFLEKSI 26 TAHUN REFORMASI.

Oleh:Wawan Tanasale (Pemerhati Demokrasi)

21 Mei 1998- 21 Mei 2024🌹

Keterbatasan bacaan, keterbatasan informasi, dan keterbatasan pemahaman akan sejarah reformasi 1998 adalah faktor lahir cepat atau terlambat lahir. Sekiranya dari sinilah konstruksi epistemologi sejarah bagi seorang generasi seperti saya ini dapat terbentuk.

26 Tahun reformasi tepat hari ini adalah suatu momentum perubahan secara revolusioner dan progresif dimulai dan dilakukan oleh para kaum muda saat itu yang dapat saja dijuluki sebagai “pilih tanding”, dalam rangka menumbangkan rezim otoritarian Orde Baru Suharto dan kroni-kroninya.

Reformasi datang dengan segala dan segenap rasa percaya diri. Harapan pun tertiup kuat dalam telinga masyarakat dan pikiran masyarakat bahwa setelah ini akan terjadi perubahan secara besar-besaran meliputi segala sektor kehidupan.

Dengan reformasi kita percaya akan kedaulatan rakyat, supremasi hukum, supremasi demokrasi, kedaulatan ekonomi, dll. Akan tetapi indikator yang kita pakai untuk mengukur keberhasilan reformasi semuanya masih dalam tanda tanya besar, apalagi soal keadilan sosial dan penegakan hukum. Yang meraih keuntungan dibalik reformasi adalah para elit, cukong, politisi, dan segala jenis hama lainnya.

26 Tahun reformasi bukanlah tentang konsolidasi demokrasi, akan tetapi pesta pora para gembong feodalisme. Perselingkuhan para gembong feodalisme, Mulai dari struktur birokrasi paling tertinggi hingga perampasan hak masyarakat pada level desa. Berjalan antara kutub optimisme dan pesimisme. Reformasi, antara kemenangan Rakyat atau kemenangan para gembong feodalisme. Entahlah , hukum dialektika ini akan berjalan terus dari masa ke masa.

Sudah menjadi suatu asas umum bahwa tiap-tiap orde saling merasa khawatir dengan antar sesama orde. Ketika orde lama dibawah kepemimpinan Ir.Sukarno mereka yang pro perbaikan atau perubahan struktur politik berusaha agar terjadi peralihan estafet. Dari sinilah akan memunculkan kepemimpinan baru dengan kehadiran seorang yang kita kenal dalam sejarah, Presiden Soeharto.

Ketika Indonesia 32 Tahun dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto, para kalangan aktivis dari berbagai penjuru republik berkolaborasi dengan warga sipil dan para tokoh pro demokrasi menyuarakan dan menginginkan reformasi, itulah yang dapat terjadi pada 21 Mei 1998 dengan pengunduran diri Presiden Soeharto.

Reformasi tak lahir begitu saja akan tetapi dengan berbagai tawaran dan agenda. Diantaranya adalah amandemen konstitusi hingga penegakan demokrasi dan otonomi daerah. Dalam perjalanan reformasi bangsa jatuh-bangun dengan menghadapi tiap ancaman dan tantangan. Dan ancaman serta tantangan itu pula secara nyata dapat lahir dari bangsa kita sendiri. Mulai dari penegakan hukum yang amburadul hingga perampasan ruang hidup masyarakat adat.

26 Tahun reformasi antara harapan dan Pemberi Harapan Palsu (PHP) oleh Negara terhadap rakyat. Menyisakan dua kompetisi: kemenangan milik Rakyat atau kemenangan untuk para elit Negara dan gembong feodalisme.

Sri Bintang Pamungkas dalam buku “Setelah Hari H” lebih menekankan pada aspek sistem. Tigapuluh tahun sudah berlalu. Sistem tidak mungkin berubah tanpa pergantian pemerintahan terlebih dahulu. Dan kegagalan sistem ini telah terbukti. Maka rakyat pun tidak yakin, bahwa perubahan akan terwujud sendiri selama sistem masih tidak berubah. Perkara sistem ini menjadi PR besar bagi para pemangku kepentingan, dengan sistem Rakyat dibuat bahagia dan dengan sistem pula Rakyat dibikin sengsara. Inilah potret kekinian bangsa kita.

Reformasi untuk Rakyat bukan untuk para pemangku kepentingan !!

Buku wajib kaum aktivis pro demokrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top