PRINSIP & PENDIRIAN FILSUF YUNANI KUNO SOCRATES.

Kehidupan umat manusia di era modern, era distrust, era posttruth, maupun era disrupsi selalu membawa warna dan keunikan tersendiri. Dalam konteks relasi antar masyarakat dan penguasa, masyarakat dan Negara, hingga masyarakat dan kelompok yang tercerahkan memang membutuhkan sebuah komunikasi yang baik atau saling mendukung antar satu unsur dengan unsur yang lain. Disaat terjadi “Missing Link” atau keterputusan antar Negara, masyarakat, dan kelompok tercerahkan, disaat itulah penindasan dimulai.

Situasi seperti ini membutuhkan banyak sosok pemuda, aktivis, dan kaum tercerahkan yang banyak belajar daripada para Filsuf terdahulu, terutama dalam konteks mereka berjuang mempertahankan sesuatu yang benar atau dalam melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Khususnya Republik Indonesia memang secara kenyataan tak bisa kita hindari daripada cengkeraman tersebut, tiap saat kita harus berjuang melawan diri kita sendiri dan mempertahankan segala hak kita daripada para kelompok yang bertopeng demokrasi.

Menghadirkan spirit sosok Socrates ( 470-399 SM) di era abad 21 ini tetaplah sangat relevan. Dalam buku karangan Dr. Firdaus Syam “Pemikiran Politik Barat”, mengupas secara gamblang peran Socrates ketika melawan pihak penguasa pada masa itu. Tanpa menggali kembali apa yang terpikir di masa Yunani Kuno itu, tidaklah mungkin untuk mengetahui dengan sepenuhnya apa yang menjadi bentuk pikiran orang-orang Barat sekarang. Kita perlu mengetahui pemikiran dari tokoh Yunani, diantaranya Socrates.

Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM. dan ia meninggal pada tahun 399 SM. Ia lahir dari keluarga dimana ayahnya ahli dalam membuat patung, sedangkan ibunya seorang bidan. Awalnya ia membantu jejak sang ayah turut membuat patung, tetapi ia mengubah haluan hidup dari membentuk batu menjadi membentuk watak manusia.

Tampilan fisik Socrates, bila melihat sosok tubuhnya, bukanlah tipikal lelaki yang ideal untuk ukuran orang Yunani yang terkenal menawan dan ganteng. Socrates kebalikan dari itu, potongan badannya pendek, sedikit gemuk, mulutnya lebar, hidungnya pesek, dan matanya agak menjorok keluar. Akan tetapi, kekurangan itu tertutupi dengan kelebihan kepribadiannya serta budi luhurnya. Socrates adalah sosok yang amat kuat jasmaninya dan tahan menghadapi berbagai rintangan hidup, ia pernah berkali-kali membaktikan dirinya untuk Athena dalam peperangan dan pernah pula aktif dalam politik, tetapi akhirnya mengundurkan diri dari dalam kehidupan politik.

Masa hidupnya sejalan dengan perkembangan sofisme di Athena, Yunani. Seiring perjalanan usia, ia melihat kota Athena mulai mundur setelah mencapai puncak kegemilangan. Pribadinya sangat mengesankan, demikian adil, tidak pernah berlaku zalim dan begitu pandai menguasai dirinya. Oleh sebab itu, ia tidak pernah memuaskan keinginan hawa nafsu dengan cara merugikan kepentingan umum. Socrates juga memiliki sifat yang cerdik, ia tidak pernah khilaf dalam menimbang buruk dan baik. Kehidupan nya sederhana, tidak ambisius, saleh, periang tetapi berpenampilan tenang, sikap salehnya beriring dengan perilaku yang tangkas dan lucu. Kepribadian dengan budi yang tinggi, membuat pemuda Athena sangat cinta padanya, dan hal lainnya “musuhnya” juga banyak, terutama kaum sofis dan pengikutnya yang berpolitik hanya dengan cara retorik.

Hal yang unik dalam diri Socrates, bagi para muridnya adalah selalu bertanya, sungguh-sungguh selalu bertanya, sebab ia ingin banyak tahu. Ia juga berbicara dengan orang banyak, dengan siapa saja, mulai dari pelukis, tukang, prajurit, ahli perang sampai kepada para politisi. Pertanyaan itu awalnya mudah dan sederhana, setiap jawaban disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalam, sampai kepada orang yang menganggap tahu tadi dihadapkannya kepada tanggung jawab tentang pengetahuannya. Tujuan Socrates, tidak lain mengajak orang mencari Kebenaran. Ia mengaku sebagai orang yang tahu apa-apa, suatu sikap yang terkenal dengan istilah “Ironi Socrates“.

Selain itu sikap Socrates tersebut adalah reaksi terhadap ajaran sofisme yang merajalela di waktu itu. Para guru sofis mengajarkan bahwa “kebenaran yang sebenar-benarnya tidak tercapai”. Oleh sebab itu, tiap-tiap pendirian dapat dibenarkan dengan jalan retorika. Dengan cara itu dicoba untuk mendapatkan persetujuan orang banyak. Apabila orang banyak setuju, hal itu dianggap sudah benar, dengan cara begitu pengetahuan menjadi dangkal. Akhirnya Socrates mampu mengunci dialog dengan kaum sofis itu.

Kemudian Socrates diajukan kemuka pengadilan rakyat dengan dua macam tuduhan. Tuduhan pertama, ia Socrates meniadakan dewa-dewa yang diakui oleh Negara. Tuduhan kedua ia di anggap menyesatkan dan merusak jiwa pemuda.

Dengan suara terbanyak ia Socrates dihukum mati dengan cara meminum racun. Socrates sedikitpun tidak gentar. Ia berkata dengan tenang, ia siap sedia menjalani hukumannya demi mempertahankan prinsip Kebenaran yang diyakininya. Menjelang ajalnya Sang Filsuf tersebut berkata kepada sahabatnya yang bernama Crito: “Crito, aku berutang seekor ayam kepada Aesculaap, jangan lupa membayarnya kembali. ”Utang itu akan di bayar, tutur Crito. Bagi Socrates, mati dalam keyakinan lebih bernilai daripada mengorbankan keyakinan itu sendiri.

Belajar dari Socrates untuk tetap kita berdiri kokoh tanpa mundur dalam melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Socrates versus kaum sofis adalah bagaikan Hak melawan kebatilan, kemunafikan, dan kezaliman. Kematian berujung konspirasi dan tragedi, itu tak boleh membuat kita selaku kaum tercerahkan kalah, mundur, apalagi menyerah. Masih ada stok kita untuk makan, jangan terus menjilat dalam keranjang kekuasaan.

Socrates dan para murid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top