Mempertegas Eksistensi Kaum Muda.

Oleh:Wawan G.Tanasale (Intelektual Organik)

Melihat fenomena dan realitas kebangsaan kita saat ini, dimana negara semakin brutal dalam menciptakan keadilan,selaku aktivis atau pemerhati isu-isu HAM dan Demokrasi dalam batin dan pikiran selalu terasa memberontak. Negara mempunyai konstitusi dan pancasila sebagai dasar dan landasan membangun bangsa-negara seolah semuanya tidak ada artinya. Peran kaum muda yang dalam panggung sejarah selalu diharapkan untuk membantu rakyat sipil pun tak berdaya dalam merespon penggusuran tanah masyarakat rempang batam oleh aparat Negara.

Ditengah hiruk-pikuk pesta demokrasi, dinamika demokrasi,dan dinamika politik yang tidak bermutu,menuju transisi kekuasaan 2024 mendatang,membuat kita saling bertanya-tanya dimanakah posisi kaum muda atau kaum yang diberi predikat sebagai agent of change itu.Apakah ada sebagian berpihak pada kandidat tertentu,parpol tertentu,atau elit tertentu,tentunya merupakan sesuatu yang tak bisa kita hindari sebagai zoon politicon,apalagi kualitas politik kita beberapa tahun terakhir ini mengalami kemunduran luar biasa yang dampaknya tak bisa kita hindari.

Siapapun dia diatas permukaan planet bumi ini pasti menghendaki perubahan dan perbaikan.Mungkin dengan itulah ia memilih berpartisipasi aktif didalam politik praktis atau membangun mitra dengan para elit politik tanpa berpikir panjang,yang pada akhirnya para elit politik sekalipun melakukan kesalahan atau blunder secara kebijakan ia pun tak bisa berkata apa-apa.Inilah gejala dimana eksistensi kaum muda yang berpikir kritis diberangus secara totalitas.

Di era seperti ini seandainya masih ada sosok seperti soe hok gie pasti semakin menarik untuk kita belajar dan berkawan,terutama tentang cara melawan kekuasaan yang zalim.Karakter unik dari seorang Gie adalah ketika elit politik yang melakukan kesalahan ia dengan terus terang menyebut nama mereka secara terang-terangan,tanpa inisial dan cara tersembunyi.Soal yang satu ini juga sudah tak dimiliki oleh kaum muda saat ini,semuanya sudah tampil dengan lantang membela atribut kepentingan masing-masing atau bahasa gaulnya “badut kekuasaan”.

Kaum muda mestinya mempunyai panutan politik,entah Nabi,Filsuf,atau para Bapak Bangsa,tanpa itu ia seperti orang gila yang sedang kehilangan akal,kehilangan kendali,kehilangan kesadaran,kehilangan kewarasan,yang pada akhirnya kelak bangsa ini bisa saja berjalan tanpa kaum muda.Apakah mungkin,entahlah!

Cogito Ergo Sum,aku berpikir,karena itu aku ada,demikian dari sang filsuf Descartes.Saya merasa,karena itu saya ada,tutur Andre Gide.Saya memberontak,karena itu saya ada,Albert Camus.Ini adalah tiga kriteria dengan mana keberadaan (saya ada) dikemukakan.Ia yang berfikir bereksistensi,jika tidak ia tidak akan berfikir.Ia yang merasa bereksistensi,jika tidak ia tidak akan merasa.Ia yang memberontak juga bereksistensi,jika tidak ia tidak akan memberontak,(Ali Syariati_Tugas Cendekiawan Muslim).

Sesama kaum muda yang pro demokrasi dan pro keadilan mestinya terus berdebat melawan diri sendiri,kepada siapa kita berjuang menegakkan kebenaran dan kapasitas intelektual.Dalam melihat fenomena kebangsaan saat ini,dimana wajah bangsa ini dihiasi dengan berbagai macam coretan hitam oleh mereka yang haus kekuasaan,hobi mengeksploitasi hak rakyat,menggusur tanah dan lahan rakyat,baik di aras nasional maupun lokal,sebagai seorang yang merasa dirinya bagian daripada realitas sosial dan kaum muda yang rasional mestinya menunjukkan jati dirinya,sikapnya,keberpihakannya.Bukan malah ikut-ikutan membela para elit parpol,oligark,cukong dan para perusak demokrasi yang memang target mereka adalah menjual segala yang merupakan Hak milik rakyat!!

Ketika Rakyat rempang batam berduka,melawan hagemoni neoliberalisme,cukong,para elit dan kaum muda disibukan dengan mengurus debat kusir tentang politik praktis,perebutan kekuasaan,akhirnya kaum muda yang tadinya kritis pun ikut kehilangan idealisme dan jati dirinya.Amboii!!

Baca & Lawan !!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top